Friday, September 24, 2010

Sayangi Burung sekarang juga!


Setelah banyak makan asam garam, aku jadi miris membayangkan jaman kecil dulu, telah ikut-ikutan memburu burung-burung segala jenis yang melintas di depan mata, dari mulai emprit biasa, emprit kaji, burung gereja, gelatik, derkuku, gemak-puyuh, prenjak, trothok, jalak... dsb... dengan plintheng(ketapel), alat tradisional yang memakai karet pentil sepeda sebagai pegas dan kulit dari sepatu bekas sebagai pelempar batu pelurunya. Ketapel sudah dianggap oleh anak kecil pada jaman itu selayaknya senjata untuk jaga diri dari musuh ataupun aksesoris wajib untuk menjadi gagah, selalu dikenakan sebagai kalung kemanapun sedang bermain. Selain dengan alat bantu itu insting pemburu segera bergetar kalau melihat ada bercak-bercak putih kotoran burung di atas tanah, segera langsung ditengarai di atasnya adalah tempat tidur burung, malam harinya didatangi kembali tempat itu untuk menangkap burung yang sedang bermimpi. Entah apa motivasi sebenarnya, yang jelas kalau sudah berhasil menangkap dan mencoba memelihara ada perasaan keren dalam dunia anak kecil di jamanku. Dan memang benar dalam budaya jawa yang namanya burung atau kukila adalah sesuatu yang harus dimiliki seorang lelaki setelah wanita dan griya terus selanjutnya pusaka.

Lain lubuk lain ladang, di Eropa anak kecil sudah dibiasakan untuk menyayangi burung dengan memberi makan burung liar bukan untuk memiliki apalagi memburunya kemudian memakannya. Untuk itu di kebun halaman rumah selalu disediakan biji-bijian pakan burung dan kandang kecil yang selalu terbuka untuk burung liar kapan dan darimana saja!

Namun ada contoh kasus sebagai pemakluman kenapa anak kecil di Indonesia suka berburu burung dan kemudian memakannya, terutama sekali jenis burung yang mengganggu tanaman padi yang merupakan makanan pokok orang jawa! Terlalu membebaskan burung memangsa buah padi jelas akan mengancam terpenuhinya kebutuhan untuk kelangsungan hidup.
Ketika tanaman padi sudah mulai menguning petani harus meluangkan waktu khusus untuk menjaganya, kemudian agar suaranya teriakan mengusir burung bisa menjangkau seluruh areal sawah, petani dengan kreatif membuat alat bantu dari bambu yang dibelah bagian atasnya, bila dimainkan akan timbul suara gaduh keras sekali, diharapkan burung akan kaget dan takut untuk datang mencuri buah padi yang siap dipanen itu. Atau dengan membuat jejaring berupa deretan palstik kresek, kain bekas, kaleng bekas atau apapun yang bisa direnteng dengan tali yang melintang membujur silang sengkarut di tengah hamparan padi, biasanya di tengah-tengah selalu ada boneka yang dibentuk seukuran manusia atau petani itu sendiri-dengan baju rombeng berisi jerami bagian kepalanya mengenakan caping yang telah juga rombeng, kemudian dari sekian tali itu disimpulkan menuju 4 titik penjuru, yang apabila ditarik salah satu saja semua objek instalasi akan bergerak dan menimbulkan suara meriah plus suara teriakan dari mulut penjaga sawah. Alhasil burung akan serta merta terkejut dan terbang sipat kuping, meninggalkan buah padi yang kuning lezat!
Bagi pemburu burung lain lagi caranya, bukan mengusir tapi memancingnya untuk datang kemudian menangkapya. Mereka membangun instalasi tali dengan pulut-getah pohon nangka, atau lem yang lebih modern, ketika kaki burung hinggap akan lengket dan menunggu tangan manusia yang membebaskannya, kemudian memasukkannya ke dalam wajan dan disetorkan ke pedagang angkringan sebagai lauk nasi kucing. Kremes gurih rasa bawang putih dan ketumbar rasa tulang burung yang telah digoreng kering kemripik..
Untuk kasus pertanian di atas selalu ada pengecualian tentang dunia burung demi ekosistem.

Tapi semakin kearah sini semakin jarang aku melihat burung yang bebas terbang di kampungku, mungkin juga karena sudah semakin sedikit sawah.
Masih jelas dalam ingatan ada burung yang sangat menarik bagiku, tapi telah hilang dari peredaran, jaman dulu pun hanya beberapa kali aku menjumpainya, pula selalu sendirian, sepertinya sebuah tipe burung yang soliter, liar jadi sangat susah ditangkap, biasanya burung itu berkeliaran di kandang ternak kerbau atau sapi, namanya burung sikatan, lebih besar sedikit dari jalak oren, berbulu hitam mengkilat bagian atas, putih bersih bagian dada, warna kuning paruhnya dan berekor hitam panjang terkadang terdapat selencir bulu lembut berwarna putih kapas, serak suara kicaunya, teristimewa gerakannya sangat lincah! Ah ya... sebuah pagi semakin indah jika masih ada kicau burung liar benyanyi yang mengabarkan begitu istimewanya dunia hari ini...asal bukan burung gagak!!
sm

Friday, September 17, 2010

waiting


waiting
Originally uploaded by Sri Maryanto
Menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan.
Semakin menggelisahkan jika kita sadar bahwa hidup kita hanya menunggu titik kematian, sebuah akhir yang misterius pun tak berujung pangkal..

Untuk manusia yang tidak sabar dengan pekerjaan ini, mereka melarikan diri dari kewajiban dan berusaha menjemput sendiri waktu akhirnya, adalah sebuah tindakan pengecut!!! sudah bukan jamannya lagi untuk berkoar-koar BERANI MATI ...tapi yang lebih penting dan menantang adalah BERANI HIDUP!!

Bagiku karena sudah terlanjur hidup atau dihidupkan, lebih baik berkata Yak! Yes!Ja!Ano! untuk hidup bukan mengingkarinya...
Nikmati dan lakukan yang positif untuk mengusir kejenuhan selagi menjalankan tugas alam....
sm

Sunday, September 5, 2010

mendem


mendem
Originally uploaded by Sri Maryanto
Mendem dalam bahasa jawa bisa berarti mabok atau mabuk, atau juga bisa berarti masuk kedalam tanah atau menguburkan diri...
Ada istilah topo pendem yaitu orang bertapa di dalam tanah, dikubur hidup-hidup dalam jangka waktu tertentu, setelah itu baru keluar atau lebih tepatnya dikeluarkan karena sudah pasti lemas dan sekarat. Adalah laku atau sebuah cara dari manusia jawa untuk mencari petunjuk atau wangsit dengan mendekatkan diri pada sang hyang widhi, pemilik kehidupan dan alam semesta.
Mendem dalam kedua arti di atas jika dengan sengaja dilakukan berarti sang pelaku dalam keadaan riang gembira!!
Akan lain artinya kata itu dalam frasa mendem kahanan!
Orang dalam kondisi di atas berada dalam keadaan tidak sadar diri namun tetap merasa dalam kesadaran penuh.
Eling lan Waspada!! sebuah pesan dari Pujangga Jawa Ronggowarsito untuk menghadapi zaman edan yang sedang terjadi...